Sukoreno (13/02) - Kalurahan Sukoreno terdiri dari 13 Padukuhan dan ada beberapa padukuhan yang terpisahkan oleh jalan raya serta jalur kereta. Salah satu padukuhan bahkan ditengah-tengahnya dilintasi oleh jalur kereta. Di Kalurahan Sukoreno juga terdapat sebuah Stasiun kereta yang bernama Stasiun Tahu atau yang sering di sebut Stasiun Kalimenur. Meski kini kondisi stasiun itu sudah tidak digunakan dan tidak terawat lagi. Stasiun itu terletak di tepi rel ganda yang membelah wilayah Kalurahan Sukoreno, Kapanewon Sentolo,Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, sekitar 15 kilometer barat Kota Yogyakarta.
Seperti di lansir oleh travel.kompas.com serta kabarpenumpang.com, tidak hanya kondisi bangunan yang mengenaskan, lingkungan di sekitarnya pun seolah luput dari perhatian. Stasiun seluas kira-kira 40 meter persegi itu penuh tertutup sampah dan semak belukar serta tembok yang dipenuhi kreatifitas tangan-tangan yang merusak keindahan bangunan penuh sejarah.
Sepur bumel atau kereta uap ekonomi hanyalah secuil nostalgia dari Stasiun Kalimenur. Stasiun ini diperkirakan dibangun antara 1876-1888, atau bersamaan dengan pembangunan rel lintas selatan Cilacap-Surabaya oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Hingga masa perang kemerdekaan, stasiun ini merupakan salah satu pusat pemberangkatan penumpang utama di Kulon Progo, selain Stasiun Wates, Sentolo, Pakualaman, dan Kedundang.
Moda angkutan darat lain, seperti bus dan truk, kala itu masih langka. Dulu, Stasiun Kalimenur juga kondang dengan sebutan stasiun tahu. Sebab, mayoritas penumpang sepur bumel adalah para perajin tahu dari Tuksono, Sentolo, yang hendak berjualan ke Yogyakarta atau Purworejo. Bahkan, tahu juga dijajakan di sekitar stasiun, baik dalam bentuk mentah atau digoreng matang. Selain pedagang tahu, stasiun juga dipadati pedagang sayur, ternak, dan beras. Pelajar-pelajar Kulon Progo juga memanfaatkan kereta untuk pergi sekolah ke Yogyakarta. Namun, tragedi memilukan justru menimpa Stasiun Kalimenur di puncak kejayaannya. Akhir 1948, ketika stasiun ramai penumpang, tentara Belanda menghujaninya dengan bom. Kerusakan paling parah justru terjadi di rumah dinas wakil kepala stasiun yang rata dengan tanah.
Beberapa tahun kemudian, PT Kereta Api (ketika itu bernama Perusahaan Negara Kereta Api/PNKA) merestorasi stasiun tersebut. Sekitar 1954, fungsi stasiun diturunkan menjadi stoplat (stasiun mini) yang merupakan lokasi pemberhentian sementara kereta, dan tidak lagi melayani penjualan tiket penumpang. Kala itu, kondisi jalur Kutoarjo-Solo baru didukung satu rel, sehingga harus ada kereta yang mengalah apabila berpapasan dengan kereta lain. Stasiun Kalimenur akhirnya berhenti beroperasi tahun 1974. Kondisi stasiun di daerah tikungan rel membuatnya tak layak lagi menjadi tempat pemberhentian kereta berkecepatan tinggi, di atas 80 kilometer per jam. Aktivitas di sekitar stasiun ikut lumpuh. Makin lama, jumlah pengunjung bekas Stasiun Kalimenur terus berkurang. Kondisi bangunan yang tidak terawat membuat mereka enggan menginjakkan kaki di sana. Sehingga Stasiun Kalimenur menjadi terlantar.