Sukoreno (31/01/2020) - Di Jawa dan Bali jenis pohon jangkang ini banyak ditemukan di tempat-tempat yang di anggap keramat, seperti area pemakaman, punden atau lokasi sacral lainnya. Pohon dengan nama latin sterculia foetida linn ini juga tersebar luas mulai dari Afrika bagian timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara, hingga Australia karena habitat tumbuhan ini di daerah-daerah dataran rendah hingga ketinggian sekitar 500 meter diatas permukaan laut.
Pohon ini dapat tumbuh degan cepat dan merupakan spesies yang setiap bagian tumbuhan ini banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pohon yang sering menggugurkan daun, berbiji berumah dua, dapat tumbuh hingga 40 m dan diameter batang bawah 3 m. Cabang-cabang tumbuh mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang kurang lebih sama dan bertingkat-tingkat. Pohon jangkang juga memiliki nama-nama lain diantaranya kepoh (Batak), koleangka (Sunda), kepuh, kepoh, jangkang (Jawa), jhangkang, kekompang, (Madura), kepuh, kepah, kekepahan (Bali), kepoh, kelompang, kapaka, wuka, wukak (NTT), bugoro, kelumpang (Makassar), alumpang, alupang, kalupa (Bugis), dan kailupafuru, kailupa buru (Maluku). Sedangkan dalam bahasa Inggris tanaman ini disebut sebagai Hazel Sterculia, Indian Almond, Java Olive, Peon, Skunk Tree, dan Sterculia Nut.
Secara ekologis tanaman ini berfungsi sebagai mikro habitat hewan tertentu. Wiyonggoputih.blogspot.com menyampaikan jika di Taman Nasional Komodo (Pulau Komodo) diketahui bahwa populasi burung kakak tua jambul kuning yang dilindungi menggunakan pohon jangkang sebagai sarangnya. Dibalik fungsi dan menfaatnya tersebut ternyata di beberapa daerah, pohon ini dinamakan juga sebagai pohon genderuwo dan buahnya juga disebut buah genderuwo. Mungkin hal tersebut karena pohonnya yang besar dan tumbuh di tempat-tempat angker.
Pada hari Kamis, 30 Januari 2020 sekitar pukul 16.00 WIB bertempat di Kayangan, Lurah dari Kalurahan Sukoreno Bapak H. Olan Suparlan di temani oleh Jogoboyo Kalurahan Sukoreno Bapak Kelik Ishartanta, Wakil Ketua Desa Budaya Sukoreno Bapak Wayudi dan dua orang Dukuh melakukan penanaman pohon jangkang. Kayangan merupakan suatu dataran berukuran kurang lebih 1000 meter di tengah-tengah area persawahan. Hamparan sawah kira-kira 200 hektar yang letaknya dibatasi oleh Pedukuhan Semen (sebelah utara), Pedukuhan Gowangsan Kalurahan Srikayangan (sebelah selatan), Pedukuhan Sukoponco (sebelah barat), dan Pedukuhan Gungung Duk Kalurahan Tuksono (sebelah timur) ini oleh warga masyarakat Kalurahan Sukoreno biasa disebut Bulak Kayangan. Di tempat ini terdapat sebuah sumber mata air alami yang tidak pernah kering walau di musim kemarau panjang.
“Tujuan penanaman pohon jangkang di Bulak Kayangan ini adalah untuk konservasi dan untuk menjaga ekosistem serta untuk mempertahankan sumber air. Karena pohon jangkang ini dapat menyerap dan menyimpan air dan rimbun daunnya juga bisa dimanfaatkan untuk berteduh bagi warga yang sedang melakukan aktifitas di sawahnya.” Papar Lurah Sukoreno saat ditemui di lokasi usai penanaman pohon jangkang. Sedangkan wakil ketua bapak Wahyudi selaku Wakil Ketua Desa Budaya mengatakan “kayangan ini merupakan tanah Sultan Ground (SG) yang selalu digunakan oleh warga masyarakat, terutama warga dari pedukuhan Banggan, Depok dan Semen untuk kenduri atau biasa disebut Baritan, wiwit, dan kegiatan budaya lainnya.”